Kamis malam kemarin saya kena musibah di jalan, jatuh dari motor karena ngerem mendadak dan ban slip. Alhamdulillah saya ngga kenapa2, lutut kanan memar aja kena aspal. Nothing serius cuman sempet gak bisa jalan properly. Saya cerita ke dua temen saya. Mereka berdua kaget nanya2in kabar. Dua hari kemudian dua2nya dateng ke kosan nengokin. Kebetulan saya abis mandi pake skincare, segeran. Trus mereka liatin saya yang tampak proper dan diem bentar, lalu komen,

"Lah ni bocah ga kenapa2 ya. Bentuknya kek gini ngapain ditengokin si"

wkwkwkw

This is what a lifelong friendship looks like.


Cheers!


Writing them with tears falling, as I can feel sincerity and honesty in every word I wrote. It was my boss in all sudden asking me, Icha what is your career aspiration and motivation?

So in the middle of works, tight targets, meetings, unfinished report here and there, I was surprised myself to have those words coming out from my heart. 

Here I posted them, as a reminder for my future self. When life feels hard, when life feels confusing, I hope these words would give you a little comfort.

"My career aspiration is self actualization & self development. Working has shaped me to be a responsible person and have a growth mindset. Problems at work has broaden yet sharpen my view over things and develop skills to easily bounce back, also sets my ability to focus on solving the problem rather than blaming the trouble maker. These skills and knowledge are assets for me to live a better life, to be a better version of myself. I'm not a person who aspire to become the CEO, nor the highest level of career. For me working is a helping tools to achieve my purpose in life, through whatever career path I'm walking in.

I'm longing to work at a place which its purpose are what I value in life. A place where I can grow and develop as what I aspire. A place where I can find inspiring leaders. A place where I can give my work to help make an impact."

"Cak...menjadi dewasa itu sulit ya.."
Kata Ucun di tengah2 obrolan kami tadi malam.

Almost 3 hours we spent to catch up with one another last night. Ucun akan berangkat ke Belgium next month untuk memulai sekolah master degree nya. Lalu pembicaraan kami dimulai dengan discussing about the end goal of the things we're doing now.

Berat ya.
Tapi kalau diobrolin dengan orang yang tepat bisa jadi insight baru dalam merencanakan kehidupan ke depan. wkwkw ngomong apa kamu Cak :(

Sebetulnya ini related to my previous post tentang merencanakan hidup. Dulu ketika kuliah end goal saya hanya satu: lulus 4 tahun dan lalu bekerja and make my own money.

Alhamdulillah, goal itu sudah tercapai saat ini.

But then, what's next?

Saya merasa saat ini saya sedang berada pada fase hidup dimana I live my whole life for my own self. Saya sudah tidak menjadi tanggungan keluarga dan saya juga belum memiliki tanggungan yang lain (in terms of money ya). Tanggungan saya ya hanya saya sendiri. Fase hidup dimana ketika saya berhasil melakukan sesuatu maka saya lah yang akan memetik hasilnya dan ketika saya gagal melakukan sesuatu maka saya sendiri juga yang akan dirugikan, not anyone else.

While in this phase of life, saya merasa sayang sekali kalau hidup tidak ditata. Sayang sekali kalau semua hal dibiarkan mengalir begitu saja. Saya tidak boleh tenggelam dalam keseharian hidup dengan pekerjaan dan lupa untuk memikirkan hal yang lain.

Dulu ketika kuliah, saya tidak pernah terpikirkan untuk melanjutkan studi S2. Menurut saya hal yang paling pas dan realistis saya lakukan adalah bekerja. I didn't come from a rich family, that's how it was the most realistic choice for me to work soon after graduated so I can make my own money and as a bonus I might also be able to help my family. While melanjutkan S2 kala itu adalah pilihan yang sangat riweuh dan tidak promising seperti ketika saya memilih untuk bekerja.

Lalu datanglah sebuah cerita tentang Ibu Manager saya (that has taken such a big role on my development in my first job) yang akan mengambil S2 soon this year. And that she said it has been there on her list to do a master degree.

Kemudian Ucun yang beberapa bulan lalu mengabarkan dapat beasiswa Erasmus dan akan melanjutkan studi S2.

Dan cerita-cerita lain dari Ucun mengenai teman-teman kami yang ternyata juga merencanakan untuk melanjutkan kuliah, dengan goal mereka masing-masing.

I secretly ask myself about that,
Cak...gak mau S2 juga kah?

Sebetulnya hal lain yang membuat saya enggan untuk mengambil S2 adalah karena saya tidak ingin mengambil teknik kimia lagi, sementara saya tidak tau jurusan apa yang bisa saya ambil (other than teknik kimia). Bcs it turns out that teknik kimia is a bit too difficult for me (hehe).
But then somehow, I am now working in a food industry as a food safety person, and I pretty much enjoyed it. I told that to Ucun and she gave me some advice about it.

"Cak food tech nya di sini bagus lo..."
"di univ itu juga oke..."
"lala...lili..."

Nah kan....jadi ingin :"

Kalau pengen, buatlah perencanaan hidup Cak. Coba pikirkan dulu your end goal of taking S2 itu apa kah, kapan sekiranya waktu yang tepat. While taking that, what sort of things you need to accomplished. Yang jelas nggak sekarang kan Cak, sayang sekalian have experience dulu kerja di food industry, later this will be your biggest asset to continue your study and reaching your other dreams.
*of course, talking to myself*

Then I make a short calculation of this life plans,
let's say I will spent 3 yrs on this food industry I currently working in, then left for pursuing master degree related to food tech or business, for 2 yrs, come back here and have another year to settle with my next career move.

Hmm looks good so far.
Lalu tetiba,
"Cun...kek gitu plan nya njuk kapan uwe nikah ya..."
"....."

Terus histeris bingung, ketawa aja kita. Namanya juga short calculation, belum mempertimbangkan hal ini dan hal itu. Lain-lainnya belum masuk di perencanaan.

And that's how Ucun comes up with that words, "Cak..menjadi dewasa itu sulit ya.."

Wkwkwkw and yes, indeed my beb.
Sebelumnya, saya bukanlah orang yang suka menuliskan mimpi atau hal-hal spesifik yang ingin saya lakukan dalam hidup, layaknya orang-orang yang memiliki bucket list yang mereka tulis dan tempel di dinding kamar dengan target waktu yang telah ditentukan.

Biasanya keinginan-keinginan yang muncul dalam benak, saya simpan saja disitu, tidak ditulis, tidak diutarakan. Namun beberapa saat yang lalu saya memiliki sebuah keinginan yang meskipun entah kapan bisa terwujud, saya beranikan diri untuk menyampaikannya dalam doa, serta mengutarakannya kepada sahabat dekat. 

Saya ingin bisa ke Eropa. 

Sebetulnya bisa saja saya rencanakan, menabung untuk dapat berkunjung kesana. Tapi kok rasanya selalu ada kebutuhan yang lebih penting dan crucial yang harus saya penuhi dengan tabungan saya, daripada sekedar jalan-jalan dan bersenang-senang di negeri nun jauh disana. Sehingga pikiran menabung untuk dapat jalan-jalan di Eropa sedikit membuat saya merasa bersalah, mengingat banyak target hidup saya yang lain yang lebih essential untuk diwujudkan.

Ingat sekali doa saya ketika itu, 
"Ya Allah, bolehkah saya diizinkan untuk melihat bagian Bumi Mu yang lain?"

dan ternyata Allah mengabulkan jauh lebih cepat dari yang pernah saya minta. Beberapa hari yang lalu saya diberi kesempatan untuk ikut tim sepak bola Putri Danone Indonesia untuk dapat bertanding di Perancis dengan sesama karyawan Danone dari negara-negara lain.

Sungguh saya tidak pandai main bola.
Kalau ada yang bertanya, kok bisa dipilih menjadi bagian dari tim yang berangkat?
Entahlah, saya lebih suka menyebutnya takdir. Bahwasanya rezeki Allah itu selalu tepat pada sasarannya.
Bahkan saya merasa ini adalah sepenuhnya takdir Allah, ketika melihat dan menyadari kemampuan main bola saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan peserta yang lainnya.

Sebetulnya selama di sana kami sangat fokus terhadap jadwal pertandingan dan hampir tidak ada waktu untuk jalan-jalan, meskipun demikian saya tetap bersyukur, sepulangnya dari Perancis kami diberi waktu sehari semalam untuk dapat mampir sebentar di Amsterdam. 

Waktu yang hanya sehari semalam itu saya menemukan banyak insight baru, tentang suasana Amsterdam, tentang kehidupan di kota itu, entah mengapa hati saya nyaman sekali berada di sana. Saya suka kehidupan orang-orang yang sehat karena menggunakan sepeda, yang traffic nya tidak se gila Jakarta, yang udaranya tidak banyak tercemar polusi, serta penduduknya yang tidak asing kita temukan memakai jilbab. Feels homey.

Lalu terbitlah mimpi baru, untuk dapat berkunjung ke sana lagi, atau bahkan menetap beberapa saat. Sehari semalam terlalu singkat untuk Amsterdam.

Kunjungan yang sebentar itu membuat saya berpikir tentang banyak hal di hidup saya. Apa yang sebenarnya saya inginkan, apa rencana-rencana hidup saya ke depan, kehidupan seperti apa yang ingin saya miliki.

Sesampainya di Indonesia saya memiliki keinginan untuk membuat perencanaan hidup, berhenti sejenak agar dapat melihat ke belakang dan ke depan, apa yang sudah saya lewati dalam hidup, kesempatan apa saja yang ada di depan mata saya, kemana jalan di depan ini akan berujung. 

Kemudian di tengah-tengah pikiran itu tercetus suatu hal lain, 
Bingung kah Cha membuat rencana hidup? Apakah akan lebih mudah apabila ada partner yang bisa diajak kerja sama untuk merencanakan hidupmu?

Lalu saya tertegun. Ingin ke Amsterdam bisa berujung sampai sini ya, yang sebetulnya hal ini juga rezeki dari Allah, tidak tau kapan datangnya. Yang saya tau, bahwa rezeki ini juga tidak akan tertukar. Sama halnya dengan rezeki saya untuk dapat ke Eropa, Allah kasihnya tepat sasaran, di waktu dan kesempatan terbaik, sesuai rencana Nya untuk saya.