Sebagai perempuan yang kuliah di
teknik yang selalu mengedepankan logika dalam setiap perkuliahannya, saya
terkadang keteteran dimana harus menempatkan perasaan saya. Walaupun selalu ingin berpikiran logis, saya tidak
bisa mengelak bahwa sebenarnya jauh di hati saya ada banyak perasaan yang tidak
mau dikalahkan dengan logika.
Serba salah untuk menyatukan
logika dan perasaan yang sering kali bertentangan. Seperti air dan minyak,
sulit untuk disatukan. Logika bisa saja dengan mudah menyuruh kita untuk
menjauhi orang yang telah menyakiti kita, tetapi perasaan tidak akan semudah
itu untuk melakukannya. Ada banyak hal yang dipikirkan oleh perasaan, terlebih
jika orang tersebut telah kita izinkan untuk menempati sebagian ruang di hati
kita. Berpisah merupakan pilihan yang tepat sekaligus sangat sulit. Sulit
karena ruang yang kita berikan untuknya akan kosong ketika dia pergi.
Kekosongan yang hampa, yang membuat perasaan kita selalu ingin menahannya untuk
tetap tinggal, sementara logika kita tidak ampun-ampun menyuruhnya pergi agar
kita tidak disakiti berkali-kali, agar kita tidak disakiti lebih dalam lagi.
Tidak sinkron. Mereka saling berlawanan satu sama lain, membuat kita sulit
untuk mengambil keputusan. Seperti ketika kita memakan makanan pedas. Semakin
pedas makanan itu maka semakin nikmat, semakin kita ingin memakannya dan
memakannya lagi, tanpa peduli dengan kemampuan lambung kita yang terbatas untuk
menerima makanan itu. Sewaktu kita memakannya akan ada sensasi pedas yang
menyenangkan, sama seperti ketika kita memilih untuk tetap bertemu dengan orang
tersebut, akan terasa menyenangkan. Tanpa kita ketahui bahwa setiap pertemuan
yang kita lakukan hanya menambah berat proses perpisahan. Sama seperti makanan
pedas yang akan menyakiti lambung kita ketika kita sudah menelannya. Sensasi
pedas menyenangkan pada saat awal kita memakannya akan hilang seiring dengan
rasa sakit di lambung yang terus meningkat, rasa senang karena rindu yang telah
terobati dengan sebuah pertemuan akan hilang seiring dengan rasa sakit yang
kian mendalam karena toh pada akhirnya kita tetap akan berpisah. Sakit yang
membuat candu. Candu yang menyakitkan.
Saya pun sulit menghentikan candu
itu. Saya sangat menyukai makanan pedas. Akan sangat sulit bagi saya untuk
berhenti memakan makanan pedas, meskipun saya tahu kemampuan lambung saya
terbatas. Ya, tidak apa. Saya akan tetap memakannya. Saya hanya perlu tau kapan untuk
berhenti.
Tetapi sebelum lambung saya
terluka parah, saya harus memaksa mulut saya untuk berhenti mengunyah. Harus.
Lambung saya tidak boleh terluka.
0 comments:
Post a Comment