Logika dan Perasaan

by 10:26 PM 0 comments
Sebagai perempuan yang kuliah di teknik yang selalu mengedepankan logika dalam setiap perkuliahannya, saya terkadang keteteran dimana harus menempatkan perasaan saya. Walaupun  selalu ingin berpikiran logis, saya tidak bisa mengelak bahwa sebenarnya jauh di hati saya ada banyak perasaan yang tidak mau dikalahkan dengan logika.

Serba salah untuk menyatukan logika dan perasaan yang sering kali bertentangan. Seperti air dan minyak, sulit untuk disatukan. Logika bisa saja dengan mudah menyuruh kita untuk menjauhi orang yang telah menyakiti kita, tetapi perasaan tidak akan semudah itu untuk melakukannya. Ada banyak hal yang dipikirkan oleh perasaan, terlebih jika orang tersebut telah kita izinkan untuk menempati sebagian ruang di hati kita. Berpisah merupakan pilihan yang tepat sekaligus sangat sulit. Sulit karena ruang yang kita berikan untuknya akan kosong ketika dia pergi. Kekosongan yang hampa, yang membuat perasaan kita selalu ingin menahannya untuk tetap tinggal, sementara logika kita tidak ampun-ampun menyuruhnya pergi agar kita tidak disakiti berkali-kali, agar kita tidak disakiti lebih dalam lagi. Tidak sinkron. Mereka saling berlawanan satu sama lain, membuat kita sulit untuk mengambil keputusan. Seperti ketika kita memakan makanan pedas. Semakin pedas makanan itu maka semakin nikmat, semakin kita ingin memakannya dan memakannya lagi, tanpa peduli dengan kemampuan lambung kita yang terbatas untuk menerima makanan itu. Sewaktu kita memakannya akan ada sensasi pedas yang menyenangkan, sama seperti ketika kita memilih untuk tetap bertemu dengan orang tersebut, akan terasa menyenangkan. Tanpa kita ketahui bahwa setiap pertemuan yang kita lakukan hanya menambah berat proses perpisahan. Sama seperti makanan pedas yang akan menyakiti lambung kita ketika kita sudah menelannya. Sensasi pedas menyenangkan pada saat awal kita memakannya akan hilang seiring dengan rasa sakit di lambung yang terus meningkat, rasa senang karena rindu yang telah terobati dengan sebuah pertemuan akan hilang seiring dengan rasa sakit yang kian mendalam karena toh pada akhirnya kita tetap akan berpisah. Sakit yang membuat candu. Candu yang menyakitkan.

Saya pun sulit menghentikan candu itu. Saya sangat menyukai makanan pedas. Akan sangat sulit bagi saya untuk berhenti memakan makanan pedas, meskipun saya tahu kemampuan lambung saya terbatas. Ya, tidak apa. Saya akan tetap memakannya. Saya hanya perlu tau kapan untuk berhenti.

Tetapi sebelum lambung saya terluka parah, saya harus memaksa mulut saya untuk berhenti mengunyah. Harus. Lambung saya tidak boleh terluka.



0 comments:

Post a Comment